curhat jomblo

Baiklah, sudah cukup lama saya tidak menulis, utamanya menulis dengan landasan reaksi atas apa yang saya baca. Saya sudah sempat ingin pensiun untuk urusan ini, mengomentari orang lain nyatanya memang ‘legit bikin happy’ macam slogan iklan kopi di tipi. Maka, saya berterima kasih yang teramat sangat kepada Choimoza, atas tulisan yang dia bagikan perihal kejomloan akut yang kiranya telah ia derita.

Hari ini Moza menulis dua hal perihal jomblo, pertama dia menulis untuk memuisikan.id di kolom Bercerita 
Curhat: Apakah Jomlo Menyedihkan? kemudian entah ada angin dari mana dia juga mengunggah sebuah foto di instagram yang berisi tulisan seperti judul yang saya ambil untuk tulisan ini. Berharap; kejomloan ini hanya prank dari Tuhan. Begitu unggahan Moza di instagram, teks dalam foto ini, sontak membuat saya mengernyitkan dahi, sembari mencari-cari pijakkan kaki saya. Reaksi pertama saya adalah ‘sial’ kalimat ini bisa dia dahului untuk tumbuh dan lahir di ruang maya.

Kenapa reaksi saya justru mengutuk diri saya sendiri? Ini barang kali terjadi karena, ketika saya membuka email dan mendapati kiriman tulisan Moza tentang jomblo yang akhirnya terbit di memuisikan hari ini, komentar saya atas apa yang dia tulis adalah sama dengan apa yang dia unggah di instagram. “Berharaplah bahwa kejomloan ini hanya prank dari Tuhan.” Begitu komentar saya, dan tentu komentar itu urung saya kirimkan kepada Moza karena saya mendapati bahwa dia telah mengunggah ‘kurang lebih sama’ dengan apa yang ada dalam benak pikir saya sebagai reaksi atas apa yang dai tulis.

Karena Moza telah lebih dahulu berharap bahwa kejomloan yang dia alami adalah prank dari Tuhan. Baiklah, pertama tentu saya prihatin bahwa memang telah begitu akut kesendirian yang ia derita. Karenanya, sebagai orang yang melihat derita Moza dari luar, izinkan saya menuliskan sedikit saja terkaan saya atas keresahan-keresahan dari harapan Moza bahwa kejomloan ini adalah prank dari Tuhan.

Kesendirian memang menyakitkan, kamu bisa mati tanpa kamu sadari atas sakit yang perlahan menggerogoti atas kesendirian yang melanda hidupmu. Ini bukan kalimat omong kosong atau menaut-nakuti, lihatlah berita perihal kematian akibat kesendirian yang terjadi di Jepang. "Kodokushi", Mati dalam Kesendirian, Jadi Masalah Serius di Jepang.

Aku tidak membandingkan kejomloan Moza akan setragis ‘Kodokushi’ dia masih bisa tertawa, masih dapat mencipta sua, masih mampu membunuh kesendirian yang telah lama menjadi akut melabeli hidupnya. Tapi, apa yang lebih membahayakan dari kesendirian? Barang kali adalah kepura-puraan untuk berkata “aku tidak sendirian, aku tidak kesepian.”

Bahwa Moza berharap kejomloan adalah prank dari Tuhan, kiranya jelas sebagai tanda bahwa dia tidak baik-baik saja atas kesendirian akut yang telah ia derita. Tentu, bukan perkara mudah bagi wanita yang telah berkali merasakan hubungan yang patah untuk kembali mencipta langkah, perlu banyak pertimbangan, perlu banyak syarat yang akan menjadikan kembali mantap menentukan arah, dan membiarkan seorang lelaki menggandeng tangannya menuntun ke mana langkah menuju.

Namun, juga dapat berati bahwa Moza telah membuka sekat-sekat tipis yang selama ini membentengi dirinya, tulisan yang ia unggah barangkali adalah sinyal bagi hati yang tak kunjung paham bahwa Moza telah membuka sedikit pintu hati untuk sekedar saling ketuk dan bertegur sapa. Saya tidak yakin perihal ini. Tapi, isyarat yang Moza perlihatkan sepertinya ada benarnya.

Tenang Moza, atas apa yang kamu isyaratkan hari ini, saya ada di pihakmu. Jika kamu berharap bahwa kejomloan adalah prank dari Tuhan, maka benar, kiranya banyak yang juga berharap demikian. Siap yang benar benar kuat menahan kesendirian. Adam? Pada Hawa dia pun bercinta kali pertama sebagai cikal bakal manusia. Adam gelisah bukan, walau ia di surga. Seperti berulang saya katakan, “kesendirian ncen bajingan.”

Terimakasih, salam.

Ryan Ari Rap. Petani dan Penikmat Kopi, mengisi waktu senggang menulis dan baca puisi.